Hak Ijbar Wali Terhadap Penundaan Perkawinan di Desa Keras Diwek Jombang dalam Perspektif Pemikiran Imam Syafi’i
Abstract
Imam Syafi’i menetapkan hak ijbar bagi wali atas dasar rasa sayang yang mendalam terhadap putrinya. Sebagaimana telah dikatakan, tidak boleh ada orang lain selain bapaknya yang mengawini perempuan muda atau janda tanpa restunya, juga tidak boleh mengawininya sampai ia cukup umur lalu meminta izinnya. Apabila seseorang yang bukan bapaknya mengawini seorang anak yang masih anak-anak, maka perkawinan itu dinyatakan batal. Suami istri tidak saling mewarisi dan tidak berlaku bagi mereka perceraian, hukumnya sama dengan perkawinan yang dilanggar dalam segala hal. Dimana perkawinan ini tidak mempunyai akibat perceraian atau pewarisan.
                                                                                                                           Â
Kata Kunci: Hak ijbar wali, penundaan perkawinan, Imam Syafi’iReferences
Muhammad bin Idris al-Syafi’i, Abi Abdillah, 1983, al-Umm, Beirut: Dar al-Fiqr.
Musdah Mulia, Siti, 2008, Perempuan dan Hukum, Jakarta: YOI.
Robbi Izzati, Arini, 2011, “Kuasa Hak Ijbar Terhadap Anak Perempuan Perspektif Fiqh dan HAMâ€, Al-Mawarid, No.2, Vol. XI, September-Januari.
Thami, M.A., M.M, Prof. Dr. H.M.A., dan Sahrani, M.M., M.H., Drs. Sohar, 2010, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: Rajawali Pers.
Zuhaily, Prof. Dr. Muhammad, penerjemah Mohammad Kholis, M.Pd.I, 2013, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Pernikahan Dalam Perspektif Madzab Syafi’i,alih bahasa Mohammad Kholis, M.Pd.I, Surabaya: CV Imtiyaz




